Monday, August 20, 2012

AMIRUL – MUKMININ UMAR BIN AL-KHATAB




SAAT KRITIS, BELIAU TETAP MELAKUKAN NAHI MUNGKAR

Siapa yang tidak mengenal Amirul Mukminin Umar Al-Faruq sebuah nama yang menciutkan nyali kaum musyrikin Quraisy setelah beliau menyatakan memeluk Islam.

Sejarah hidupnya sarat dengan peristiwa yang amat berkesan. Kisah-kisahnya menggoreskan kesan mendalam. Alangkah baiknya, bila orang tua mengajarkan sejarah salah seorang sahabat Rosululloh ke generasi penerus, putra-putrinya, sehingga kaum muslimin dapat merengguk pelajaran dan nilai niali luhur dari sifat dan etikanyua dalam menegakan keadilan, rahmat, wara’ dan khasyyah(rasa takut kepada Alloh), dan kasih sayangnya kepada umat.

Betapa banyak momentum menarik dan sisi keteladanan dari perjalanan hidup Abu Hafsh ‘Umar bin Al-Khatab. salah satu momentum terakhir dari perjalanan hidup beliau, yakni pada saat ajal menjemputnya pada tahun 23 H.

Marilah kita baca kisah kematian beliau dari kitab Shahih Bukhori yang dikisahkan oleh ‘Amr bin Maimum. [1]

Amr bin Maimun memulai kisahnya dengan berkata:
“Empat hari sebelum ditikam, aku melihat ‘Umar bin Al-Khatab di madinah menghampiri Hudzaifah bin Al Yaman dan ‘Utsman bin Hunaif.

Beliau bertanya “Bagaimana pekerjaan kalian? Apakah kalian berdua takut membebain(pajak) bumi dengan apa yang tidak dapat dipikulnya?”

Mereka menjawab “Kami telah membebaninya sebuah urusan yang dapat diselesaikan.Tidak banyak yang tersisa.”

Perlu diketahui, ‘Umar telah mendelegasikan mereka untuk memungut jiz-yah atas penduduk yang wajib membayarnya. Kemudian Umar berkata lagi:”Bila Alloh Subhanahu Wa Ta ‘Ala massih memberiku keselamatan, niscaya tidak akan aku biarkan para janda di irak membutuhkan seorang lelaki (pelindung) setelahku nanti.”

Amr melanjutkan:”Tidaklah empat hari berlalu setelah itu, kecuali beliau terkena tikaman. Aku berdiri di dekat belia(dalam Sholat) yang dipisahkan Ibnyu ‘Abbas rodiallohu anhum pada hari penikaman. Setiap melewati antara shaf, beliau berseru “Luruskan!”, hingga kteika sudah tidak terlihat adanya celah, maka beliau ke depan dan bertakbir untuk sholat Subuh. Kadang beliau membaca surat Yusuf atau AnNahl atau yang sejenis di rakaat pertama, sampai orang2 banyak berdatangan. Saat beliau ingin bertakbir, terjadilah penikaman.

Ketika ditikam, beliau mengatakan:”Seekor anjing telah membunuhku(atau memakanku)”.
Kemudian orang kafir(si Penikam) itu membabi buta dengan pisau yang bermata dua. Dia tidak melewati orang di kanan kirinya, kecuali menikamnya.sampai berjumlah tiga belas orang. Tujuh kurban di antaranya meninggal. Ketika melihat pemandangan itu, seorang lelaki melemparkan mantelnya. Maka, tatkala si penikam yakin akan tertangkap, akhirnya ia bunuh diri.

Umar Rodiallohu Anhu meraih tangan Abdurrahman Rodiallohu anhu yang berada di dekatnya(agar meneruskan sholat bersama jama’ah). Ia melihat semua kejadian itu. Sedangkan orang yang berada di belakang, tidak emngetahui apa-apa, hanya saja mereka sudah tidak lagi mendengar suara ‘Umar Rodiallohu anha. Mereka mengatakan “Subhanalloh!”.

Maka Abdurrahman bin Auf meneruskan Sholat dengan bacaan yang pendek. Ketika orang-orang telah pulang, ‘Umar bertanya kepada Ibnu ‘Abbas:”Coba lihat siapa yang membunuhku!?”
Ia berkeliling sejenak dan kembali dengan menjawab: “Ia budak Mughirah”.

‘Umar berkata :”Semoga Allah memeranginya. Aku telah berbuat baik kepadanya. Segala puji bagi Alloh
 Subhanahu wata ‘ala yang menjadikan kematiankku tidak di tangan yang mengaku Islam.

Kemudian kami membawanya ke rumah. Seolah-olah orang-orang tidak pernah tertimpa musibah sebelumnya dengan penikaman ‘Umar ini. Beliau diminumi susu, tetapi air susunya keluar melalui luka tusuknya. Maka orang-orang mengetahui bahwa beliau akan meninggal.

Kami menemui beliau, orang-orang pun mulai menyanjungnya. Ada seorang lelaki muda datang dan berkata: “Bergembiralah, wahai Amirul-Mukminin dengan kabar gembira dari Alloh, karena menjadi sahabat Rosululloh dan atas jasa baik dalam islam yang telah engkau kteahui. kemudian engkau memegang kepemimpinan, dan engkau berbuat adil dan meraih mati Syahid”.

‘Umar berkomentar “Aku berharap itu cukup. Tidak menjadi bebanku atau menjadi milikku”.
Dalam riwayat Bukhori disebutkan ” Aku berharap, seandainya aku bebas dari pemerintahan, tidak menjadi masalah atau kemudahan bagiku”.

Saat pemuda itu berbalik untuk keluar dan ‘Umar melihat pakaiannya menyentuh tanah, beliau menyuruh: “Panggil kembali pemuda itu”.

Ketika pemuda datang, maka ‘Umar menasehati:”Wahai anak saudaraku. Angkatlah pakaianmu. itu lebih memelihara pakaianmu dan lebih menunjukan ketakwaanmu”.

Kemudian ‘Umar menoleh ke arah anaknya sembari berkata:”Wahai Abdullah bin Umar. Hitunglah utang-utangku”.

Ternyata setelah dihitung, hutang beliau mencapai delapan puluh enam ribu dinar atau kurang lebih sebesar itu.

Umar berkata:”Kalau harta keluarga Umar bisa melunasinya, maka bayarlah dengan hartanya, jika tidak, mintalah kepada Bani Adi bin Ka’ab. JIka tidak mencukupi mintalah ke suku Quraisy. Setelah itu, jangan minta ke lainnya. Tolong lunasi utangku, dan bergegaslah ke ‘Aisyah Ummul Mukminin dan katakanlah , Umar mengucapkan salam kepadamu, jangan sebut Amirul Mukminin.[2] Hari ini aku bukan lagi sebagai pemimpin mereka. katakanlah ‘Umar bin Khathab meminta untuk bisa dimakamkan bersama dua sahabatnya(maksudnya Rosululloh Solallohu Alaihi wasalam dan Abu Bakar Ash Shidiq)”.

Maka Abdullah mengucapkan salam dan minta ijin mesuk menemui ‘Aisyah yang sedang terduduk menangis. Ia berkata, “Umar Bin Khatthab menyampaikan salam untukmu dan meminta agar bisa dikuburkan bersama dua sahabatnya”.

‘Aisyah menjawab, “Sebenarnya aku ingin memakainya sendiri, Tetapi hari ini , aku akan mengutamakan dirinya daripada diriku:.

Begitu kembali, maka diberitahukan kalau ‘Abdullah bin Umar telah datang. ‘Umar berkata”Tolong angkat aku”. Seorang lelaki menyandarkan beliau di tubuhnya. Beliau bertanya “Apa yang engkau dapatkan?”.
“Yang engkau sukai, wahai Amirul-Mukminin, ia mengijinkan,” jawab ‘Abdullah.

“Alhamdulillah. Tidak ada yang aku pikirkan daripada itu. Kalau aku nanti meninggal, maka bawalah diriku kepadanya dan ucapkan salam, dan katakanlah ‘Umar bin Khathab meminta ijin masuk, bial ia memberi ijin, masukan tubuhku. Kalau tidak, kuburkan aku di pemakaman umum”.[3]

Demikian akhir dari kehidupan Khalifah ‘Umar bin Al Khaththab. Al Hafizh Ibnu Hajar Rohimulloh menyimpulkan beberapa pelajaran penting dari kisah di atas. diantaranya:
- Kekuatan tingkat keagamaan ‘Amirul Mukminin ‘Umar bin Al Khaththab dengan tetap melakukan amar ma’ruf dan nahi mungkar, padahal beliau sedang dalam masa kritis.

- Besarnya kasih sayang beliau terhadap kaum Muslimin
- Besarnya perhatian beliau terhadap kaum muslimin.
- Besarnya hasrat beliau untuk menegakkan sunnah di tengah kaum Muslimin.
- Besarnya rasa takut beliau kepada Alloh.
- Besarnya perhatian beliau terhadap urusan agama dibandingkan urusan pribadi
- Larangan beliau terhadap pujian di hadapan orang yang dipuji, apalagi yang mengandung unsur yang berlebihan atau kedustaan.

FootNote:

[1] Shahih Bukhari, kitab Fadha-ili Ash-habin Nabi Nomor hadits 3700. Fathul-Bari (7/402-418) 1426/2005 Cet. I, Daar Thaibah, secara ringkas.
[2] Ibnu At-Tin menjelaskan, bahwa Umar ingin memberitahukan keinginannya itu hanya merupakan permohonan, dan bukan perintah dari ‘Umar bin Khaththab.
[3] Ibnu Sa’ad meriwayatkan dari Malik, bahwa ‘Umar merasa khawatir jika pemberian ijin ‘Aisyah disampaikan sewaktu ‘Umar masih hidup dikarenakan rasa segan, sehingga akan berubah pikiran setelah wafatnya. Maka beliau tidak ingin memaksanya.

Sumber : Majalah As-Sunnah Edisi 04/Tahun XI/1428H/2007M

No comments:

Post a Comment